OLEH : ASHHABUL YAMIN
Alhamdulillah wasyukurillah kita masih diberikan nikmat sehat
wal afiyah. Alhamdulillah biiznillah kita masih diberikan taufik walhidayah
yang karena nikmat-nikmat inilah kita berkesempatan hadir dalam majelis ini.
Betapa banyak saudara-saudara kita hari ini yang harus tergeletak tak berdaya
di lorong-lorong, dikamar-kamar Rumah Sakit, Puskesmas dengan tangan terinfus,
dengan bantuan oksigen untuk bernafas, dengan dorongan kursi roda. Dan betapa
banyak juga saudara-saudara kita hari ini yang dengan terpaksa tergeletak sakit
dirumahnya tak mampu berobat ke rumah sakit atau puskesmas karena kendala
biaya. Sementara kita yang hadir disini saat ini. Lihatlah diri kita dengan
seksama. Perhatikanlah diri kita dengan baik. Betapa sehatnya kita, betapa
kuatnya tubuh kita. Tentu dalam kurun waktu tertentu kita pernah merasakan betapa
tak berdayanya kita ketika sakit menerpa. Ada hikmah dan pelajaran terbaik pada
sakit yang menimpa kita jika kita benar-benar berfikir dan bersyukur atas
segala sesuatu yang terjadi pada diri dan keluarga kita,
Ikhwafillah rahimakumulloh. Dalam Al Qur’an surah
al-A’raf ayat 96 Alloh SWT berfirman
yang artinya :
“Jika
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.”
Ayat tersebut dengan tegas memeberikan pesan kepada kita
bahwa ada jaminan keberkahan dari langit dan bumi jika saja kita beriman dan
bertaqwa. Dan tentu saja sebaliknya, akan ada kepastian dihilangkannya
keberkahan bagi orang-orang yang tidak beriman dan bertaqwa.
Ikhwafillah rahimakumulloh. Mari kita perjelas apa dan
seperti apa ciri-ciri orang yang beriman dan bertaqwa. Orang beriman memiliki
ciri-ciri umum seperti apa yang difirmankan Alloh SWT dalam Al Qur’an surah Al Mukminun ayat 1-9,
yaitu sbb :
1) Orang-orang
yang khusyu’ dalam shalatnya
2) Orang-orang
yang mejauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia
3) Orang-orang
yang menunaikan zakat
4) Orang-orang
yang menjaga kemaluannya
5) Orang-orang
yang memelihara amanat-amanat dan janjinya
6) Orang-orang
yang memlihara shalatnya.
Lalu seperti apa ciri-ciri
orang yang bertaqwa? Orang bertaqwa adalah mereka yang memelihara diri dari
azab dan kemarahan Alloh di dunia dan akhirat, dengan melakukan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Ikhwafillah rahimakumulloh,
ada pertanyaan yang sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. Lantas mengapa
banyak orang yang tidak beriman namun justru kekayaannya jauh lebih banyak dan tiada
bandingannya daripada orang-orang yang beriman? Dan ada juga orang Islam namun
tidak pernah shalat, tapi justru kekayaannya jauh lebih banyak daripada orang
yang selalu mendirikan shalat?
Mari kita berperasangka baik kepada Alloh. Dan yakinlah
janji Alloh itu benar. Kita kembali renungkan firman-Nya dalam Al Qur’an surah
al-A’raf ayat 96 Alloh SWT berfirman
yang artinya :
“Jika
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.”
Yang dijanjikan Alloh adalah
“keberkahan”. Lalu apa yang dimaksud dengan berkah? Al Barokatu ziyadatu khoir, Berkah
adalah bertambahnya kebaikan. Dari perbuatan baik yang satu kepada
perbuatan-perbuatan baik lainnya.
Hasil
nyata dari perbuatan baik adalah mengundang perbuatan-perbuatan baik
setelahnya. Ibnu Qayyim menyampaikan tentang perkataan seorang ulama :
“Sesungguhnya hukuman bagi kejahatan adalah lahirnya kejahatan setelahnya dan
pahala kebaikan adalah lahirnya kebaikan setelahnya.”
Lebih
lanjut Ibnu Qayyim menjelaskan : “Apabila seorang hamba melakukan suatu kebaikan,
maka kebaikan lain yang berada disampingnya akan berkata “Kerjakanlah aku
juga.” Jika kebaikan ini dikerjakan, maka kebaikan yang lain akan mengatakan
yang serupa, demikian seterusnya. Sehingga, berlipatgandalah keuntungannya,
bertambahlah pahalanya, semakin dekatlah ia dengan Alloh SWT. Begitupun
sebaliknya jika kejahatan yang dilakukan, maka kejahatan-kejahatan yang berada
disampingnya juga akan mengatakan : “Kerjakan aku juga.” Ada bentuk kejiwaan
“terlanjur basah” dalam hal ini. Sehingga terakmulasilah kejahatan yang satu
dengan kejahatan yang kedua, ketiga dan seterusnya.
Jadi
dapatlah disimpulkan bahwa orang kaya namun tidak pernah shalat, boleh jadi
inilah yang dinamakan istidraj. Lalu apa itu istidraj?
Istidraj
adalah kondisi dimana seorang secara tidak sadar berada dalam kesesatan yang
nyata. Ia menyangka bahwa hidupnya baik-baik saja. Ini bukan tanpa alasan,
rezeki melimpah datangnya, badan sehat dan kuat nyaris tidak pernah sakit,
keluarga rukun dan tentram, padahal shalatnya saja masih membangkang.
Istidraj
adalah kesenangan dan nikmat yang Allah berikan kepada orang yang jauh dari-Nya
yang sebenarnya itu menjadi azab baginya apakah dia bertobat atau bahkan semakin
jauh.
Sederhananya
adalah, jika kita dapati seseorang yang semakin buruk kualitas ibadahnya,
semakin tidak ikhlas, berkurang kuantitasnya, sementara maksiat semakin banyak,
baik maksiat kepada Allah dan manusia, lalu rezki baginya Allah berikan
melimpah ruah, kesenangan hidup begitu mudah didapatkan, tidak pernah sakit dan
celaka, panjang umur, bahkan Allah berikan keluarbiasaan pada kekuatan
tubuhnya. Maka, hati-hatilah bisa jadi ini adalah istidraj baginya, tidak ada
keberkahan sama sekali, secara beragnsur-angsur Allah menariknya dalam
kebinasaan.
Yang
seperti ini biasanya memang Allah berikan kepada orang-orang kafir dan ahli
maksiat. Sebagaimana keterangan berikut :
Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka,
bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka.
Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya
bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. (Ali
‘Imran: 178)
Ayat
lain:
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami
berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan
kebaikan-kebaikan kepada mereka tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (Al
Mu’minun: 55-56)
Ayat
lainnya:
Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan)
orang-orang yang mendustakan Perkataan ini (Alquran). nanti Kami akan menarik
mereka dengan beransur-ansur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka
ketahui, (Al Qalam: 44)
Ayat
lainnya:
Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami,
kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata,
“Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku”. sebenarnya
itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (Az Zumar: 49)
Tertulis
dalam Tafsir Al Muyassar tentang ayat Az-Zumar 49 ini:
Tetapi
kebanyakan manusia – karena kebodohan dan buruknya prasangka mereka- tidak
mengetahui bahwa hal itu merupakan istidraj dari Allah dan ujian bagi mereka
agar mensyukuri nikmat. (Tafsir Al Muyassar, 1/464)
Hal
ini juga dikabarkan oleh hadits Nabi dari ‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu,
bahwa Nabi
Bersabda
yang artinya :
Apabila engkau
melihat Allah memberikan kepada seorang hamba berupa nikmat dunia yang
disukainya padahal dia suka bermaksiat, maka itu hanyalah istidraj belaka, lalu
Rasulullah membaca: Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah
diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk
mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan
kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu
mereka terdiam berputus asa. (Al An’am: 44). (HR. Ahmad No. 17311. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mentatakan: hasan. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 17311)
Begitulah
istidraj.
Ada
pun jika ada kenikmatan dunia diberikan kepada orang mu’min, shalih, ahli
ibadah, bukan orang kafir dan ahli maksiat, maka itu merupakan nikmat Allah
yang disegerakan baginya di dunia, atau bisa juga ujian untuk meninggikan lagi
kedudukannya. Wallahu a’lam
Sumber Inspirasi :
Dakwatuna.com
Comments
Post a Comment